Kemenag dan Pemkab Semarang Bahas Advokasi Ratusan Siswa Madrasah Penyandang Disabilitas

KABUPATEN SEMARANG (Santrindalan.id) – Direktorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama telah melakukan pendataan siswa madrasah penyandang disabilitas di sejumlah daerah. Hasil pendataan ini dibahas bersama pemerintah kabupaten/kota untuk dirumuskan langkah advokasi bagi mereka agar tetap mendapat layanan pendidikan bermutu.
Pembahasan tentang penguatan madrasah inklusif ini antara lain dilakukan bersama dengan Pemerintah Kabupaten Semarang dalam bentuk Focus Group Discussion di Semarang, Selasa (29/7/2025).
Hadir, Staf Ahli Bupati Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik, Perwakilan Sekda Kabupaten Semarang, Bappeda, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Jawa Tengah, Kakankemang Kab. Semarang, Pokjawas, Lembaga mitra (LP Maa’rif Jateng, PPDI, Baznas, UIN Salatiga, BPJS, INOVASI, dan Forum Pendidikan Madrasah Inklusif (FPMI).
Hasil pendataan Direktorat KSKK Madrasah di Kabupaten Semarang terhadap 663 anak madrasah, terindikasi ada 355 siswa yang mengalami kesulitan fungsional. Mereka tersebar di 19 kecamatan. Dari jumlah itu, ada 173 anak yang butuh/belum mempunyai alat bantu dengan berbagai ragam kesulitan. Alat bantu yang dibutuhkan antara lain: alat bantu jalan, orthotik, kursi roda, alat bantu dengar, dan lain sebagianya.
Direktur KSKK Madrasah Nyayu Khodijah mengatakan bahwa inisiatif ini penting dalam menjawab tantangan pelayanan pendidikan bagi anak-anak disabilitas atau anak berkebutuhan khusus. Mereka harus dipastikan tetap mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan kesempatan yang sama untuk berkembang
“Madrasah mungkin agak terlambat dalam penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Namun dalam praktiknya madrasah sudah inklusif. Misalnya, madrasah menerima siswa tanpa membeda-bedakan, tidak mengenal batasan siswa miskin, tidak mengenal zonasi dan lain sebagainya. Bahkan di Juknis PBDB, saya coret ketika ada prosentase siswa miskin,” ujar Guru Besar Psikologi Pendidikan pada UIN Raden Fatah Palembang ini.
“Keberadaan beberapa regulasi, lahirnya PMA No. 1 Tahun 2024 tentang Akomodasi yang Layak, tentu memberikan semangat bagi kita bagaimana Pendidikan inklusif bisa berjalan secara baik,” sambungnya.
Menurut Nyayu Khodijah, pemerintah memberikan perhatian khusus peningkatkan layanan bagi penyandang disabilitas. Kementerian Agama menekankan pendidikan yang unggul. “Keunggulan ini tidak memberikan batasan bagi peserta didik dari kelompok-kelompok penyandang disabilitas,” sebutnya.
Nyayu Khodijah menyampaikan bahwa data yang dihasilkan perlu mendapat dukungan dari berbagi pihak agar semua anak disabilitas bisa menikmati pendidikan selayaknya anak yang normal. “Ini menjadi tanggung jawab bersama; bukan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat saja, bukan pemerintah daerah saja tapi semuanya,” tandasnya.
Mewakili Pemda Kabupaten Semarang, (Plt) Kadis Disadikbudpora Kab. Semarang, M Taufiqur Rahman, menyambut baik inisiatif Kemenag. Menurutnya, layanan terhadap siswa penyandang disabilitas termasuk program prioritas dan sangat diperhatikan oleh Bupati Semarang.
Dalam diskusi yang dipandu Staf Ahli Bupati Semarang, Adi Prasetyo, dirumuskan komitmen bersama bahwa anak penyandang disabilitas harus diberikan pelayanan terbaik dan didifasilitasi dengan memberikan alat bantu sehingga mereka bisa mengembangkan potensinya secara optimal. Hal ini didukung oleh perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemda Semarang sesuai dengan kewenangannya.
Pembahasan advokasi siswa penyandang disabilitas ini kali kedua digelar Direktorat KSKK Madrasah. Sebelum di Semarang, KSKK Madrasah telah membahas bersama hal ini dengan Pemerintah Kabupaten Bogor, tepatnya pada 17 April 2025.
Dalam kesempatan itu, hadir Kasi Penmad Kementerian Agama Kabupaten Bogor, Kasubdit Pendidikan Vokasi dan Inklusi Kemenag RI, Ketua Tim dari Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Barat, Ketua FPMI Pusat, Ketua Bappeda Kabupaten Bogor, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Dinas Sosial Kabupaten Bogor, DP3AP2KB Kabupaten Bogor, BPJS Kabupaten Bogor, dan Tim Akademisi IPB dan Unpak.
Hasil dari pendampingan 19 Madrasah di Kabupaten Bogor, tim Fasilitator dari FPMI Bogor mengindentifikasi 450 peserta didik berkebutuhan khusu (PDBK) dengan beragam hambatan dan kebutuhan penunjang yang diperlukan. Data ini dibahas bersama agar dengan sejumlah pihak, agar persoalan anak penyandang disabilitas di Kabupaten Bogor mendapat solusi, baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, stakehorlders Pendidikan Inklusif dan lainnya. Sehingga, pendidikan anak berkebutuhan khusus berjalan secara optimal. (*)